Tamoranews.com - Sore itu cuaca agak mendung di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Angkutan kota hilir mudik melewati jalan itu. Di kawasan itu tersimpan sebuah sejarah kelam negeri ini. Gang Buntu, di Kebayoran Lama jadi saksi bisu kekejaman Orde Baru.
Memasuki Gang Buntu, jajaran rumah dengan tembok-tembok tinggi berderet. Di masa lalu, kata Ayub (bukan nama sebenarnya), dahulu Gang Buntu hanya sebuah jalan setapak. Di sekelilingnya masih berupa lahan-lahan kosong. Pohon nanas dan cempedak banyak tumbuh di sana. Menurut penuturan orang tua Ayub, di Gang Buntu terdapat sebuah penjara buat menginterogasi para aktivis dan mereka yang dicap anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia.
"Dari bapak saya begitu, tapi untuk tempat sementara dan memang tidak ada yang meninggal," kata Ayub (56) ketika ditemui merdeka.com di Gang Buntu, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Bangunan asli penjara Gang Buntu menurut Ayub sudah tidak ada. Namun, beberapa tandanya masih bisa dikenali. Menurut Ayub, bekas penjara itu sudah dibangun rumah.
"Sekarang mah sedikit yang nampak, tapi kayaknya enggak bisa difoto karena enggak enak," kata Ayub sambil menolak menunjukkan beberapa letak bangunan tersebut.
Dalam buku Neraka Rezim Soeharto: Tempat-tempat Penyiksaan Orde Baru ditulis Margiyono dan Kurniawan Tri, mereka yang dianggap berhaluan kiri mulai dibawa ke sana sekitar 1967-1968.
Sebelum dijadikan penjara, bangunan itu merupakan studio film milik orang berdarah Tionghoa. Namun tidak tahu sejak kapan studio itu diambil alih. Suasana menegangkan juga terasa di Gang Buntu pada saat itu, selama 24 jam para tentara menyiksa tahanan. Interogator dan penyiksa dibagi beberapa sel. Para tentara datang membawa karung melewati tahanan sambil memukuli dengan sadis. Siksaan yang paling disenangi para tentara yaitu menyiramkan cairan kimia ke kepala tahanan hingga bocor sampai tewas.
Seorang wartawati Warta Buana, Sri Sulistyawati (76) yang sebelas tahun dipenjara di Bukit Duri, Jakarta Selatan juga pernah mengalami penyiksaan di penjara Gang Buntu. Sri menjelaskan umumnya tahanan tidak disiksa di Penjara Bukit Duri. Tapi dibawa ke tempat lain. Istilahnya dibon, atau dipinjam. Nasib tahanan pun bergantung ke tempat mana dia dibon. "Banyak yang tidak kembali lagi ke tahanan. Mungkin dieksekusi," kata Sri.
Dalam buku yang ditulis oleh Margiyono, Kurniawan Tri Yunanto, dan Yulianti. Tak hanya penduduk sipil yang ditahan dan disiksa, tentara pun turut diseret. Salah satunya, Andi Azis, mantan Sekretaris Daerah Timor Timur yang terlibat korupsi. Mantan penyelidik Komnas HAM yang juga ikut penyelidikan kasus pelanggaran HAM, Stenly Adi Prasetyo membenarkan lokasi itu menjadi tempat pemeriksaan dan penyiksaan para aktivis di orde baru. "Iya betul," kata Adi.
Selain tahanan politik 1965, penjara Gang Buntu pernah digunakan untuk tanahan khusus pengeboman BCA di Pecenongan yang terjadi pada 4 Oktober 1984. Banyak tahanan dari kelompok pengeboman BCA dan pembajakan pesawat maskapai Garuda Indonesia 'Woyla'.
Tak hanya Ayub, Jiing (52) salah satu warga Kebayoran lama, Jakarta Selatan menceritakan gang yang dianggap horor itu. Menurut dia, nama Gang Buntu itu mengisahkan banyak siksaan yang berbuah penderitaan bahkan kematian dari para "musuh" negara.
"Dulu kata orang tua saya, ada satu rumah entah letaknya di mana sekarang, tapi memang ada rumah penyiksaan untuk orang-orang PKI. Angker katanya," kata lelaki paruh baya itu
Gang Buntu, kata Jiing pada saat itu dijaga ketat dan tidak sembarang orang bisa masuk. Malah suasananya menyeramkan. Banyak yang dibantai habis-habisan di gang tersebut. Namun, kini gang itu sudah berubah menjadi jalan. Namun, bangunan dan rumah-rumah tua dengan arsitektur tempo dulu masih ada beberapa yang bertahan.
"Tapi sekarang jadi Jalan Buntu, dan yang nempati orang-orang berada semua. Kalau Magrib, bisa dilihat sekarang sepi kalau sudah menjelang malam," kata Jiing sambil menunjuk beberapa rumah.
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon