Anda yang suka menonton FTV pasti tahu tempat ini. Desa Penglipuran di Kabupaten Bangli, Bali, punya seni arsitektur bangunan yang khas. Bersih, tak ada kendaraan, dan luar biasa indah!
Desa Penglipuran adalah salah satu incaran wisatawan saat berkunjung ke Kabupaten Bangli, Bali. Saya bersama beberapa wartawan yang meliput Festival Danau Batur II pun tak mau kalah. Jumat (19/10/2012) siang, kami tiba di gapura Desa Penglipuran.
'Penglipuran' berasal dari kata Pengeling Pura yang artinya tempat suci untuk mengenang para leluhur. Desa ini berada di ketinggian 700 mdpl sehingga anginnya cukup sejuk, walaupun matahari cukup terik.
Dari luar saja, suasana hijau langsung menyergap mata. Mobil dan motor tak boleh masuk ke dalam desa. Semua kendaraan parkir di area dekat gapura.
Begitu masuk, saya terpana. Desa ini begitu indah! Jalannya terbuat dari batu alam. Di setiap tepi jalan ditanami rumput hijau dan bunga warna-warni yang memanjakan mata. Ada kamboja, bugenvil, kembang sepatu, hingga mawar.
Berada di lanskap miring, seluruh rumah di kiri-kanan jalan punya pintu masuk yang serupa. Pintu masuk ke tiap rumah ini namanya 'angko-angko'. Aslinya, angko-angko dibuat dari tanah liat. Tak terlalu lebar karena dirancang agar tidak dimasuki motor. Ada sebuah papan di pinggir angko-angko yang bertuliskan nama pemilik rumah dan anggota keluarga.
Jalan dari gapura desa berujung di pertigaan. Menengok ke kiri, jalanan menurun dengan lebih banyak rumah di kanan-kiri. Melongok ke kanan, trek menanjak akan menuntun Anda menuju sebuah pura di ujung sana. Pilihan saya jatuh pada trek menurun.
Ada sekitar 200 rumah tradisional Bali di desa ini. Asyiknya, wisatawan bisa memasuki satu per satu rumah warga. Sambil mengucap permisi, saya pun masuk ke salah satunya.
Rupanya selain pintu masuk, ada kesamaan lain tentang rumah-rumah di Penglipuran. Tiap rumah setidaknya punya 3 bangunan yaitu rumah pribadi, bale-bale, dan kompleks pura. Pura mini di tiap rumah, cantik sekali!
Setelah menyusuri jalanan hingga ujung bawah, saya pun kembali ke pertigaan dan mulai menyusuri jalanan menanjak. Pura yang berada di tengah-tengah membingkai lanskap dengan sempurna. Wisatawan bisa menyewa kain bali untuk masuk ke dalam pura.
Walaupun telah jadi desa wisata, masyarakat setempat sangat ramah pada wisatawan. Mereka juga kooperatif. Anda bisa bertanya banyak hal tentang desa ini. Mereka akan jawab sebisa mungkin.
Beberapa warga yang duduk di bawah angko-angko menawarkan saya untuk masuk ke dalam rumah. Beberapa di antara mereka berjualan kain bali, atau minuman khas setempat bernama 'yolo cemcem'.
Penasaran dengan minuman berwarna hijau lumut ini, saya pun mencicipi yolo cemcem. Slurp! Rasanya asam-asam segar dengan potongan kelapa muda di dalamnya. Satu botol hanya Rp 10.000 saja.
"Dibuatnya dari daun cemcem ini. Segar kaaaan?" kata ibu-ibu penjual minuman ini. Matanya berkedip genit, air mukanya menggoda. Saya cekikikan, kemudian terus-menerus menenggak yolo cemcem karena rasanya sangat segar!
Tiap sudut Desa Penglipuran seperti fotogenik. Jepret ke arah manapun hasilnya pasti indah. Tak heran, desa ini pernah menyandang penghargaan Kalpataru. Para penggemar FTV pun seringkali terpesona oleh Penglipuran. Kapan Anda ke sana?
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon