Sate kambing, sate ayam, dan sate sapi sudah akrab di telinga dan banyak yang menyukainya. Namun, sate kuda masih terdengar aneh. Banyak orang belum pernah merasakan sate itu dan menolak ketika diajak mencicipinya.
Menyajikan daging sapi, daging kambing, dan daging ayam di meja makan keluarga merupakan hal biasa. Bila yang disajikan daging kuda, barulah sangat luar biasa. Daging kuda memang jarang ditemukan di pasar dan kurang lazim dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Alasannya sederhana, tidak lazim orang makan sate kuda. Rasanya seperti apa, ya, daging kuda kok dijadikan sate. Harus dimaklumi bahwa banyak orang tidak suka karena belum tahu khasiatnya. Bukan hanya itu, yang menjual sate kuda pun memang langka.
Di beberapa negara, terutama di Eropa, olahan daging kuda menjadi primadona yang menggugah selera. Olahan daging kuda dikonsumsi sejak sebelum Masehi. Waktu itu penduduk Jerman menyajikannya sebagai persembahan kepada para dewa.
Makanan olahan daging kuda sangat populer pada tahun 1800-an. Ketika itu, komandan perang pasukan Napoleon Bonaparte, yaitu Baron Dominique-Jean Larrey, mengusulkan agar kuda-kuda yang mati di medan perang digunakan sebagai cadangan makanan bagi prajurit untuk menghadapi pertempuran selanjutnya.
Daging kuda mulai menjadi makanan keseharian masyarakat Perancis tahun 1866 saat terjadi krisis keuangan yang membuat mereka tidak mampu membeli daging sapi atau babi.
Masakan daging kuda juga sangat populer di Meksiko. Di Jepang, daging kuda muda dikonsumsi mentah sebagai bashimi, yaitu irisan daging kuda yang dimakan setelah dicelupkan ke dalam shoyu (kecap), seperti sashimi (irisan daging ikan mentah).
Sementara itu, di Indonesia, mengonsumsi daging kuda dipercaya sebagian besar masyarakat berkhasiat mengobati berbagai penyakit. Contohnya adalah meningkatkan daya tahan tubuh; mencegah pegal linu, rematik, asma, batuk-batuk, gatal-gatal, ayan, dan stres; serta yang paling menarik adalah meningkatkan vitalitas seksual bagi pria.
Jika ingin mencicipi kelezatan sate kuda dan membuktikan khasiatnya, Anda bisa mencobanya di Warung Bahagia yang berada di kawasan Bintaro, tepatnya di Bintaro 9Walk, Bintaro Sektor 9, Tangerang. Dagingnya sangat empuk. Padahal, daging kuda itu lebih alot dan teksturnya lebih padat dibandingkan dengan daging sapi.
Pada dasarnya daging kuda memiliki lebih sedikit lemak dibandingkan dengan daging sapi, ayam, dan kelinci. Kandungan otot dan serat dagingnya lebih besar karena kita tahu kuda adalah hewan yang kuat, sering berlari, dan dipakai untuk mengangkut barang jarak jauh.
Daging kuda yang masih muda berwarna lebih terang dan empuk. Daging kuda yang tua memiliki aroma lebih harum meskipun dagingnya lebih alot. Rasa dagingnya pun manis.
Supaya tidak keras saat dimakan, sebelum dibakar, daging kuda itu diberi bumbu meat lover dan air nanas.
"Setelah dipotong, direndam dulu dengan bumbu meat lover, dan sebelum dibakar dicelupkan ke dalam air nanas," ujar Delfiano, pemilik Warung Bahagia.
Ketika masih segar dan baru, menurut Del, sapaan akrab Delfiano, daging harus dimasukkan ke dalam freezer selama satu jam. Kalau tidak langsung dimasukkan, dagingnya akan berubah warna, dari merah menjadi hitam.
Sate kuda disajikan dengan bumbu kecap yang ditambah irisan bawang merah, cabai rawit, dan tomat. Kalau boleh meminjam istilah Bondan Winarno, mak nyus!
Selain dijadikan sate, kata Del, daging kuda itu dimasak menjadi tongseng dan nasi goreng. Pada dasarnya pengolahannya sama dengan tongseng dan nasi goreng pada umum. Hanya, dagingnya diganti dengan daging kuda.
Del bersama istrinya, Afni, mengaku mendapatkan pasokan daging kuda segar dari Cijerah, Bandung, Jawa Barat. Seminggu dua kali mereka dikirimi 15-20 kilogram daging kuda. Namun, itu dibagi untuk tiga cabang lain di Depok. Selain itu, pasokan juga didapatkan dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang sudah lama terkenal dengan daging kudanya. Hanya, pasokan dari Sumbawa sudah dibekukan.
Selain daging kuda, Warung Bahagia juga menyajikan daging kelinci, sapi, dan bebek yang diolah untuk sate, nasi goreng, serta tongseng.
Daging kelinci juga banyak penggemarnya dan pasokannya berasal dari Bandung. Perlakuan daging kelinci sama dengan kuda, yaitu harus langsung masuk freezer karena bisa berubah warna, dari merah muda menjadi coklat.
Harga sate kuda dengan 10 tusuk per porsi Rp 23.000, sate kelinci Rp 23.000, tongseng kuda atau kelinci Rp 16.000, dan nasi goreng kuda Rp 16.000.
Tinggi protein
Menurut Prof Dr Made Astawan, ahli teknologi pangan dan gizi dari Institut Pertanian Bogor, salah satu alasan mengonsumsi daging adalah untuk mendapatkan protein yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Proteinnya termasuk lengkap karena mengandung semua asam amino yang dibutuhkan tubuh.
Daging kuda termasuk kelompok daging yang mempunyai kandungan protein sangat tinggi, 21,39 persen.
Kandungan protein ini lebih tinggi dibandingkan dengan daging kelinci (20,8 persen), daging sapi (20 persen), daging lembu (16 persen), dan daging babi (14 persen).
Daging kuda juga memiliki kualitas mineral lebih baik. Kandungan zat besinya lebih tinggi daripada daging kambing, sapi, ayam, atau babi. Dalam 100 gram daging kuda terkandung 3,82 miligram zat besi, sedangkan dalam daging kambing 3 miligram, daging lembu 2,3 miligram, daging sapi 2,2 miligram, dan daging ayam 1,8 miligram.
Zat besi penting untuk membantu membawa oksigen dalam darah merah ke seluruh tubuh, mengurangi keletihan, menambah energi, dan meningkatkan kekebalan.
Daging kuda masuk golongan daging merah. Banyak orang takut mengonsumsi daging merah karena sering dikaitkan dengan berbagai penyakit, seperti stroke dan jantung, karena mengandung kolesterol dan lemak jenuh.
Tidak perlu takut mengonsumsi daging kuda meski mengandung kolesterol. Sebab, kolesterol juga dibutuhkan tubuh dalam jumlah tertentu. Asal tidak dikonsumsi secara berlebihan, makanan yang kaya kolesterol pun tetap aman.
Dalam 100 gram daging kuda hanya terdapat 50-60 miligram kolesterol, lebih rendah daripada daging sapi (70-84 miligram) atau daging ayam dengan kulit (81-100 miligram).
Menurut American Heart Association, angka konsumsi kolesterol harian yang aman maksimum 300 miligram. Berarti kita dapat mengonsumsi 500-600 gram daging kuda setiap hari.
Kolesterol dan lemak jenuh dari daging merah dapat dikurangi dengan pemilihan daging yang baik dan benar. Saat ini di pasaran telah banyak dijual daging merah tanpa lemak (lean red meat).
Istilah ini mengacu pada daging yang memiliki kandungan lemak sangat sedikit sehingga kolesterol dan lemak jenuhnya jauh berkurang. Daging jenis itu sangat cocok dikonsumsi mereka yang mengalami masalah obesitas atau kolesterol darahnya cukup tinggi.
Daging merah memiliki kelebihan dalam hal gizi dibandingkan dengan daging putih, terutama kandungan protein, zat besi, vitamin B kompleks, seng, kolin, dan selenium. Jadi, konsumsi daging merah sebetulnya tidak seburuk yang kita duga.
Asal kita dapat mengolahnya dengan benar, daging, termasuk daging kuda, akan menjadi santapan yang menggiurkan sekaligus menyehatkan.
Zat besi penting untuk membantu membawa oksigen dalam darah merah ke seluruh tubuh, mengurangi keletihan, menambah energi, dan meningkatkan kekebalan.
Menyajikan daging sapi, daging kambing, dan daging ayam di meja makan keluarga merupakan hal biasa. Bila yang disajikan daging kuda, barulah sangat luar biasa. Daging kuda memang jarang ditemukan di pasar dan kurang lazim dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Alasannya sederhana, tidak lazim orang makan sate kuda. Rasanya seperti apa, ya, daging kuda kok dijadikan sate. Harus dimaklumi bahwa banyak orang tidak suka karena belum tahu khasiatnya. Bukan hanya itu, yang menjual sate kuda pun memang langka.
Di beberapa negara, terutama di Eropa, olahan daging kuda menjadi primadona yang menggugah selera. Olahan daging kuda dikonsumsi sejak sebelum Masehi. Waktu itu penduduk Jerman menyajikannya sebagai persembahan kepada para dewa.
Makanan olahan daging kuda sangat populer pada tahun 1800-an. Ketika itu, komandan perang pasukan Napoleon Bonaparte, yaitu Baron Dominique-Jean Larrey, mengusulkan agar kuda-kuda yang mati di medan perang digunakan sebagai cadangan makanan bagi prajurit untuk menghadapi pertempuran selanjutnya.
Daging kuda mulai menjadi makanan keseharian masyarakat Perancis tahun 1866 saat terjadi krisis keuangan yang membuat mereka tidak mampu membeli daging sapi atau babi.
Masakan daging kuda juga sangat populer di Meksiko. Di Jepang, daging kuda muda dikonsumsi mentah sebagai bashimi, yaitu irisan daging kuda yang dimakan setelah dicelupkan ke dalam shoyu (kecap), seperti sashimi (irisan daging ikan mentah).
Sementara itu, di Indonesia, mengonsumsi daging kuda dipercaya sebagian besar masyarakat berkhasiat mengobati berbagai penyakit. Contohnya adalah meningkatkan daya tahan tubuh; mencegah pegal linu, rematik, asma, batuk-batuk, gatal-gatal, ayan, dan stres; serta yang paling menarik adalah meningkatkan vitalitas seksual bagi pria.
Jika ingin mencicipi kelezatan sate kuda dan membuktikan khasiatnya, Anda bisa mencobanya di Warung Bahagia yang berada di kawasan Bintaro, tepatnya di Bintaro 9Walk, Bintaro Sektor 9, Tangerang. Dagingnya sangat empuk. Padahal, daging kuda itu lebih alot dan teksturnya lebih padat dibandingkan dengan daging sapi.
Pada dasarnya daging kuda memiliki lebih sedikit lemak dibandingkan dengan daging sapi, ayam, dan kelinci. Kandungan otot dan serat dagingnya lebih besar karena kita tahu kuda adalah hewan yang kuat, sering berlari, dan dipakai untuk mengangkut barang jarak jauh.
Daging kuda yang masih muda berwarna lebih terang dan empuk. Daging kuda yang tua memiliki aroma lebih harum meskipun dagingnya lebih alot. Rasa dagingnya pun manis.
Supaya tidak keras saat dimakan, sebelum dibakar, daging kuda itu diberi bumbu meat lover dan air nanas.
"Setelah dipotong, direndam dulu dengan bumbu meat lover, dan sebelum dibakar dicelupkan ke dalam air nanas," ujar Delfiano, pemilik Warung Bahagia.
Ketika masih segar dan baru, menurut Del, sapaan akrab Delfiano, daging harus dimasukkan ke dalam freezer selama satu jam. Kalau tidak langsung dimasukkan, dagingnya akan berubah warna, dari merah menjadi hitam.
Sate kuda disajikan dengan bumbu kecap yang ditambah irisan bawang merah, cabai rawit, dan tomat. Kalau boleh meminjam istilah Bondan Winarno, mak nyus!
Selain dijadikan sate, kata Del, daging kuda itu dimasak menjadi tongseng dan nasi goreng. Pada dasarnya pengolahannya sama dengan tongseng dan nasi goreng pada umum. Hanya, dagingnya diganti dengan daging kuda.
Del bersama istrinya, Afni, mengaku mendapatkan pasokan daging kuda segar dari Cijerah, Bandung, Jawa Barat. Seminggu dua kali mereka dikirimi 15-20 kilogram daging kuda. Namun, itu dibagi untuk tiga cabang lain di Depok. Selain itu, pasokan juga didapatkan dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang sudah lama terkenal dengan daging kudanya. Hanya, pasokan dari Sumbawa sudah dibekukan.
Selain daging kuda, Warung Bahagia juga menyajikan daging kelinci, sapi, dan bebek yang diolah untuk sate, nasi goreng, serta tongseng.
Daging kelinci juga banyak penggemarnya dan pasokannya berasal dari Bandung. Perlakuan daging kelinci sama dengan kuda, yaitu harus langsung masuk freezer karena bisa berubah warna, dari merah muda menjadi coklat.
Harga sate kuda dengan 10 tusuk per porsi Rp 23.000, sate kelinci Rp 23.000, tongseng kuda atau kelinci Rp 16.000, dan nasi goreng kuda Rp 16.000.
Tinggi protein
Menurut Prof Dr Made Astawan, ahli teknologi pangan dan gizi dari Institut Pertanian Bogor, salah satu alasan mengonsumsi daging adalah untuk mendapatkan protein yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Proteinnya termasuk lengkap karena mengandung semua asam amino yang dibutuhkan tubuh.
Daging kuda termasuk kelompok daging yang mempunyai kandungan protein sangat tinggi, 21,39 persen.
Kandungan protein ini lebih tinggi dibandingkan dengan daging kelinci (20,8 persen), daging sapi (20 persen), daging lembu (16 persen), dan daging babi (14 persen).
Daging kuda juga memiliki kualitas mineral lebih baik. Kandungan zat besinya lebih tinggi daripada daging kambing, sapi, ayam, atau babi. Dalam 100 gram daging kuda terkandung 3,82 miligram zat besi, sedangkan dalam daging kambing 3 miligram, daging lembu 2,3 miligram, daging sapi 2,2 miligram, dan daging ayam 1,8 miligram.
Zat besi penting untuk membantu membawa oksigen dalam darah merah ke seluruh tubuh, mengurangi keletihan, menambah energi, dan meningkatkan kekebalan.
Daging kuda masuk golongan daging merah. Banyak orang takut mengonsumsi daging merah karena sering dikaitkan dengan berbagai penyakit, seperti stroke dan jantung, karena mengandung kolesterol dan lemak jenuh.
Tidak perlu takut mengonsumsi daging kuda meski mengandung kolesterol. Sebab, kolesterol juga dibutuhkan tubuh dalam jumlah tertentu. Asal tidak dikonsumsi secara berlebihan, makanan yang kaya kolesterol pun tetap aman.
Dalam 100 gram daging kuda hanya terdapat 50-60 miligram kolesterol, lebih rendah daripada daging sapi (70-84 miligram) atau daging ayam dengan kulit (81-100 miligram).
Menurut American Heart Association, angka konsumsi kolesterol harian yang aman maksimum 300 miligram. Berarti kita dapat mengonsumsi 500-600 gram daging kuda setiap hari.
Kolesterol dan lemak jenuh dari daging merah dapat dikurangi dengan pemilihan daging yang baik dan benar. Saat ini di pasaran telah banyak dijual daging merah tanpa lemak (lean red meat).
Istilah ini mengacu pada daging yang memiliki kandungan lemak sangat sedikit sehingga kolesterol dan lemak jenuhnya jauh berkurang. Daging jenis itu sangat cocok dikonsumsi mereka yang mengalami masalah obesitas atau kolesterol darahnya cukup tinggi.
Daging merah memiliki kelebihan dalam hal gizi dibandingkan dengan daging putih, terutama kandungan protein, zat besi, vitamin B kompleks, seng, kolin, dan selenium. Jadi, konsumsi daging merah sebetulnya tidak seburuk yang kita duga.
Asal kita dapat mengolahnya dengan benar, daging, termasuk daging kuda, akan menjadi santapan yang menggiurkan sekaligus menyehatkan.
Zat besi penting untuk membantu membawa oksigen dalam darah merah ke seluruh tubuh, mengurangi keletihan, menambah energi, dan meningkatkan kekebalan.
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon