Meski keputusan siapa yang berhasil menjadi gubernur DKI Jakarta, namun pasangan Jokowi-Ahok mendapat persentase tertinggi dibanding kelima pesaingnya. Hasil quick count dari enam lembaga menunjukkan pasangan tersebut mendapat rata-rata 40% dari pemungutan suara. Menurut Lembaga Penelitian, Pendidikan & Penerangan Ekonomi dan Sosial, PRISMA, pasangan Jokowi-Ahok mendapat 42,69%, disusul oleh pasangan Foke-Nara sebesar 34,58%, dan ketiga adalah pasangan Hidayat-Didik (11,57%). Dari tim mahasiswa STEKPI, Jokowi-Ahok mendapat 40,49%, Foke-Nara 34,38%, dan Hidayat-Didik 12,58%. Begitu pun dengan keenam lembaga lainnya menunjukkan bahwa suara terbanyak pertama diraih oleh pasangan Jokowi-Ahok, kedua Foke-Nara, dan ketiga Hidayat-Didik.
Lantas, apa yang membuat pasangan Jokowi-Ahok ini mendapat suara terbanyak yang begitu mencolok di antara pesaingnya. Semua itu tak lepas dari prestasi-prestasi yang pernah ditoreh oleh Joko Widodo atau Jokowi. Apa saja prestasi tersebut? Mari kita lihat.
1. Solo: The Spirit of Java
Jokowi (lahir di Surakarta, 21 Juni 1961), adalah walikota kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bakti 2005-2015. Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui slogan Kota Solo yaitu “Solo: The Spirit of Java”.
Sebagai tindak lanjut branding tersebut, lulusan UGM Fakultas Kehutanan ini mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008.
2. Renovasi Pasar di Tujuh Lokasi
Jokowi mampu memindahkan pedagang kaki lima di Solo tanpa harus menggusur mereka. Jokowi dengan cerdas mengatasi masalah dengan win-win solution. Ia pun berhasil mempromosikan pasar baru yang diragukan akan sepi tersebut di TV Lokal Solo selama berbulan-bulan.
Ketika tuntutan para pedagang ingin toko baru mereka gratis. Jokowi, meski DPRD menolak, mengatasinya dengan memberi gratis, tapi para pedagang membayar biaya retribusi Rp. 2.600/hari di mana dalam waktu 8,5 tahun biaya Rp 9,8 milyar untuk relokasi akan kembali.
3. Mobil Esemka
Jokowi memiliki andil untuk mempopulerkan mobil Esemka karya anak negeri ke ranah nasional. Jokowi dengan gigih membantu pengembangan Mobil Esemka dengan menjadikannya sebagai Mobil Dinas AD 1 A di Solo. “Mobil Esemka bukan odong-odong, rancangannya telah dipikirkan baik-baik sejak lima tahun yang lalu,” kata Joko Widodo di Kantor Perum LKBN ANTARA di Jakarta, Sabtu (25/2).
Ia bahkan menantang mobil produksi lain berharga sama untuk adu kualitas. Dengan harga Rp. 95 juta, Esemka dijejerkan dengan mobil merk lain.
Jokowi bahkan berusaha menyediakan perusahaan sehingga Mobil Esemka bisa diproduksi di Solo dan anak-anak lulusan Esemka bisa membuat mobil di sana. Saat ini baru ada tujuh investor yang bersedia berinvestasi, terdiri dari tiga investor lokal, tiga investor nasional dan satu koperasi. Rencananya, setiap bulan akan diproduksi sebanyak 200 mobil. Bahkan perusahaan Otomotif AS, General Motors, berminat membantu pengembangan Mobil Esemka. “Namun kalau dibiarkan, khawatirnya Esemka akan jadi mobil Amerika. Bukan Indonesia,” tuturnya.
4. Festival Musik Dunia
Berkat kepemimpinannya pun, tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. Tahun berikutnya, FMD diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegara.
5. Tokoh 2008
Majalah Tempo memasukkannya sebagai salah satu dari 10 Tokoh 2008. Tak mudah untuk memilih 10 tokoh dari 472 kabupaten dan kota di seantero tanah air. Kesulitan datang ketika menetapkan kriteria. Namun, yang menjadi pertimbangan Tempo memilih Jokowi tercantum pada halaman situsnya tanggal 22 Desember 2008, “Sedikit Orang Baik di Republik yang Luas”. Berikut kutipannya:
Wali Kota Solo Joko Widodo-yang di daerahnya disapa Jokowi-mendemonstrasikan bagaimana memanusiakan warganya. Ketika harus memindahkan pedagang kaki lima, ia lebih dulu mengundang makan para pelaku sektor informal itu. Ia tak memilih jalan pintas: mengerahkan aparat atau membakar lokasi. “Setelah makan, ya, saya suruh pulang lagi,” kata Jokowi. Setelah undangan makan yang ke-54, baru ia yakin pedagang siap dipindahkan. Acara pemindahan meriah, lengkap dengan arak-arakan yang diramaikan pasukan keraton. Para pedagang gembira ria, mereka menyediakan tumpeng sendiri.
Apakah terpilihnya Jokowi-Ahok akan membuat Jakarta lebih baik? Setiap pemilihan Gubernur, Kepala Daerah, dan Presiden selalu mengundang harapan bagi masyarakat. Tak terlepas dari Jokowi-Ahok yang memiliki nama harum di daerah asalnya. Apakah prestasi-prestasinya dapat membawa ibukota Indonesia dan pusat segala kegiatan di tanah air ini menjadi daerah yang tidak banyak dikeluhkan para penduduknya, masyarakat Indonesia umumnya? Atau, apakah setiap tahun kita selalu diiming-iming dengan janji yang sama, cerita lalu yang sama? Let’s see.
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon