Perusahaan Grup Bakrie harus menelan kepahitan pada kinerja perusahaan beserta anak usahanya di sepanjang 2012. Pasalnya, beberapa anak usaha milik keluarga konglomerat itu harus merugi tahun kemarin.
Belum lagi, data Bursa Efek Indonesia (BEI) menginformasikan bahwa terdapat tujuh emiten milik Bakrie secara kompak belum menyampaikan laporan keuangan tahun 2012 yang berakhir 31 Desember lalu. Seharusnya, emiten-emiten tersebut harus menyerahkan laporan keuangan tahun 2012 yang telah diaudit maksimal pada akhir Maret 2013.
Namun, hingga 1 April 2013, tujuh perusahaan Bakrie tersebut tak kunjung menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit.
Hingga akhirnya tujuh perusahaan tersebut harus masuk ke dalam 52 emiten yang dikenakan sanksi oleh BEI. "Mengacu pada ketentuan II.6.1 Peraturan BEI I-H: Tentang Sanksi bahwa emiten tersebut diberikan peringatan tertulis I kepada perusahaan tercatat yang tidak memenuhi kewajiban penyampaian laporan keuangan audit 2012 secara tepat waktu," ujar Kepala Divisi Penilaian Perusahaan Sektor Riil BEI, I Gede Nyoman Yetna dalam kutipan keterbukaan informasi BEI, Jakarta, Senin (8/4).
Berdasarkan aturan I-H, sanksi peringatan tertulis I tidak menyertakan detil denda yang harus dibayarkan emiten jika terlambat menyampaikan laporan keuangan. Denda hanya diberikan untuk sanksi peringatan tertulis II dan III dengan besaran masing-masing Rp 50 juta dan Rp 150 juta.
Berdasarkan penelusuran merdeka.com, berikut tujuh perusahaan group Bakrie yang telat menyerahkan laporan keuangan tahun 2012.
1. PT Berau Coal Energy Tbk. (BRAU)
Emiten pertambangan khusus komoditas batu bara ini di tahun 2012 tidak mampu membuahkan hasil yang maksimal. Ini terlihat dari perusahaan yang membukukan kerugian pada kuartal III 2012 sebesar USD 22,23 juta (Rp 216 miliar) dibandingkan tahun sebelumnya membukukan keuntungan USD 132,45 juta (Rp 1,29 triliun).
Kerugian tersebut dipicu penjualan batu bara di tahun 2012 turun menjadi USD 1,12 miliar (Rp 10,9 triliun) dari sebelumnya USD 1,21 miliar (Rp 11,79 triliun). Ditambah lagi beban pokok penjualan naik menjadi USD 763,8 juta (Rp 7,4 triliun) dari sebelumnya USD 708,23 juta (Rp 6,9 triliun).
Hingga saat ini, perusahaan patungan Bakrie dengan Recapital ini belum mengumpulkan laporan keuangan tahun 2012 kepada BEI.
2. PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS)
Produsen batu bara yang terafiliasi dengan group Bakrie ini mencatat kerugian sebesar USD 59,32 juta (Rp 578,25 miliar) dibandingkan tahun sebelumnya laba sebesar USD 68,58 juta (Rp 555,56 miliar).
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan hari Selasa (2/4), meski pendapatan perseroan meningkat, namun meningkatnya beban bunga dan keuangan perusahaan serta tidak adanya dividen dari sejumlah perusahaan menyebabkan perseroan membukukan kerugian.
Sementara, pendapatan di tahun 2012 tercatat naik 6,73 persen menjadi USD 22,21 juta (Rp 216,5 miliar) dibandingkan tahun sebelumnya USD 20,83 juta (Rp 203 miliar). Laba usaha meningkat signifikan sebesar 186,2 persen menjadi USD 8,5 juta dari USD 2,97 juta lantaran perseroan berhasil menekan beban usaha menjadi USD 13,7 juta dari sebelumnya USD 17,86 juta.
3. PT Bumi Resources Tbk. (BUMI)
Perusahaan tambang milik keluarga Bakrie harus terpukul dengan kerugian kinerjanya di sepanjang 2012. Emiten ini mampu mengumpulkan laporan keuangan tahun 2012 kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan mencatatkan kerugian sebesar USD 705,63 juta atau Rp 6,9 triliun dibandingkan tahun sebelumnya yang untung sebesar USD 214,97 juta atau Rp 2,1 triliun.
Kerugian tersebut salah satunya diakibatkan oleh kerugian transaksi derivatif perseroan yang mencapai USD 344,86 juta atau sekitar Rp 3,36 triliun. Selain itu, kerugian selisih kurs perseroan juga meningkat yaitu menjadi USD 47,9 juta atau Rp 467 miliar. Kedua beban tersebut mengalami kerugian tahun ini setelah tahun lalu mencatatkan keuntungan.
Sehingga semakin memperparah kondisi BUMI yang mengalami penurunan pendapatan sebesar 5,6 persen menjadi USD 3,78 miliar atau sekitar Rp 36,86 triliun selama tahun lalu.
Laporan BUMI dipublikasikan pada umat (5/4).
4. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk. (UNSP)
Emiten perkebunan milik Bakrie Group, pada kuartal III tahun 2012 mencatatkan penurunan produksi CPO dan Palm Kernel yaitu masing masing sebesar 14 persen dan 8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Perseroan juga mencatat penurunan laba sebesar 99 persen. Laba bersih yang berhasil diperoleh perseroan hanya sebesar Rp 5 miliar, sangat jauh dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 713 miliar.
Dari sisi penjualan, perseroan hanya mencetak sebesar Rp 2,3 triliun. Merosot ketimbang periode serupa tahun lalu yang bisa mencapai Rp 3,3 triliun. Saat ini produk minyak sawit - crude palm oil (CPO) masih memberi kontribusi besar pada perseroan, mencapai hingga 57 persen. Sisanya adalah untuk produk palm kernel, karet, dan oleochemicals.
"Produksi CPO dan Palm Kernel mengalami penurunan karena terjadi penurunan pada hasil kebun dan pembelian pihak ketiga sebesar 50 persen," ujar Chief Financial Officer, B Chandrasekaran.
Selain itu, volume produksi karet juga mengalami penurunan disebabkan oleh komposisi age profile. "Tahun lalu produksi karet kami sekitar 22 MT sedangkan tahun ini hanya mencapai 18 MT," ujarnya.
Hingga saat ini, perusahaan perkebunan milik Bakrie ini belum mengumpulkan laporan keuangan tahun 2012 yang telah diaudit.
5. PT Bakrie & Brothers Tbk. (BNBR)
Mitra usaha dalam investasi maupun divestasi mencatat penurunan laba tahun 2012 sebesar Rp 71 miliar. Adapun pendapatan perseroan pada 2012 sebesar Rp 15,48 triliun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 16,19 triliun.
Di sisi lain, BNBR mencatat laba bersih senilai Rp 354,87 miliar, naik dibanding laba tahun sebelumnya yaitu Rp 131,87 miliar.
Selain itu, BNBR masih mencatatkan utang sebesar Rp 10,71 triliun. Tahun lalu, utang perseroan berkurang sangat signifikan sebesar Rp 4,27 triliun, menjadi hanya Rp 6,44 triliun. Perseroan mengumpulkan laporan keuangan kepada BEI pada 1 April lalu.
6. PT Bakrieland Development Tbk. (ELTY)
Anak usaha group Bakrie yang bergerak di sektor properti, sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2012 membukukan kerugian Rp 218,24 miliar. Padahal, hingga September tahun lalu, perseroan membukukan laba Rp 193,58 miliar.
Kerugian tersebut dipicu oleh selisih kurs antara Rupiah dengan mata uang lain di perusahaan tersebut tidak terlalu menguntungkan sehingga menimbulkan kerugian hingga Rp 241 miliar. Di sisi lain, lesunya bisnis properti juga mengurangi penghasilan usaha ELTY turun 9 persen menjadi Rp 1,32 triliun.
Selain itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan untuk menghentikan sementara perdagangan saham (suspensi) PT Bakrieland Development Tbk (ELTY). Pemberhentian tersebut dikarenakan belum membayar utang dan bunga ke-20 Obligasi I Bakrieland Development Tahun 2008 Seri B. Suspensi ini dimulai pada Senin (11/3) hingga pelunasan pembayaran utang tersebut terselesaikan. Hingga kini, perusahaan properti Bakrie ini belum mengumpulkan laporan keuangan tahun 2012 yang telah diaudit kepada BEI.
7. PT Visi Media Asia Tbk. (VIVA)
Meski sudah menyerahkan laporan keuangan tahun 2012 pada Senin (8/4) namun tetap saja emiten media ini telat melaporkannya kepada BEI sehingga masuk dalam catatan terkena sanksi atau peringatan tertulis.
Namun, tercatatkan sepanjang 2012 VIVA mampu menunjukkan kinerja yang dapat menopang keuntungan di tengah perusahaan group Bakrie lainnya yang mengalami kerugian. Ini terlihat dari perolehan laba 2012 naik 177 persen menjadi Rp 72,9 miliar dibandingkan tahun sebelumnya.
Perolehan laba tersebut didapatkan dari pendapatan perseroan yang meningkat signifikan yaitu naik 25 persen menjadi Rp 1,24 triliun. Selain itu, perolehan laba atas pengalihan piutang sebesar Rp 92,79 miliar juga turut menaikkan laba perseroan.
Di sisi lain, selama ini VIVA dikabarkan akan dibeli dua konglomerat terkenal di Indonesia yaitu Chairul Tanjung dan Hary Tanoesoedibjo. Namun hingga saat ini belum ada pengumuman perihal pembelian tersebut.
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon