Mal adalah sebuah pusat perbelanjaan yang identik dengan keramaian dan kemeriahan, semua mal menawarkan berbagai kelebihan dan keunggulan yang bisa mendatangkan ketertarikan pengunjung untuk mendatanginya.
Namun sebuh mal di negara Cina yang bernama New South China Mall dan memiliki label salah satu mal terbesar di dunia, harus menghadapi nasibnya sebagai mal yang sepi dan terancam menjadi mal yang gagal, padahal semua arsitektur ornamen dan pembuatan mal ini begitu menarik dengan tersedianya 2.350 toko, replica Arc de Triomphe, Sphinx, kafe-kafe, kanal, serta keberadaan fasilitas mewah lainnya.
New South China Mall ini memiliki luas dua kali lipat dari mal terbesar di negara Amerika yakni Mall of America, New South China Mall dibangun atas ekspektasi besar pendirinya yakni Hu Guirong yang saat awal perancangan sampai harus mengirim berbagai ahli ke berbagai penjuru dunia demi mendapatkan riset yang akan diaplikasikan dalam pembangunan mal. Hasilnya mal yang dibangun pada tahun 2005 pun memiliki tujuh area utama yang mewakili dari tujuh tempat di dunia, dengan target pengunjung sebanyak 70 ribu perharinya.
Namun harapan tinggal harapan dan target semula tidak dapat tercapai, alih-alih bisa mendapatkan pengunjung yang banyak, Mall malah tidak mendapatkan respon yang cukup positif baik dari para pengunjung maupun calon investor yang akan menanam usaha di mal yang didirikan. Bahkan lebih dari 90% mal belum terisi oleh usaha dan jikapun ada yang membuka gerai untuk berjualan hanya berupa toko penjualan makanan cepat saji yang terletak di luar dekat pintu masuk serta bioskop yang juga terletak di luar area mal. Berbagai fasilitas yang dibangun pun menjadi sia-sia karena tidak bisa digunakan, dan mal ini hanya menyisakan pekerjaan dan kegagalan dalam pendirian yang sudah berjalan 7 tahun sejak pendiriannya ini.
Menanggapi kegagalan dan mal yang berjalan tidak sesuai dengan harapan, berbagai spekulasi pun berhembus menanggapi kegagalan tersebut salah satunya datang dari Dick Groves yang merupakan pakar dalam industri ritel. Groves beranggapan bahwa mal yang terlantar dan gagal diakibatkan oleh minimnya pengalaman dalam bisnis serta kurangnya pengelolaan keuangan yang baik, Hu Guirong sepertinya hanya berfokus pada pembangunan mal yang megah namun lupa pada semua aspek yang bisa mengembangkan dan membesarkan mal tersebut setelah mal selesai dibuat, termasuk cara promosi dan menggaet pengunjung serta pebisnis yang akan membuka usaha di mal.
Namun spekulasi kegagalan yang dikemukakan oleh pendapat lain tidak kalah menariknya, pendapat kali ini datang dari warga dari negeri Cina sendiri tempat mal tersebut berada, mereka mengatakan bahwa Dongguan yang merupakan kota tempat berdirinya mal tersebut tidak ideal untuk menjadi tempat salah satu mal terbesar di dunia berdiri, karena Dongguan merupakan kota industri dimana 10 juta pekerja migran tinggal, para pekerja tersebut bukanlah kalangan yang memiliki banyak waktu untuk berjalan-jalan dan berbelanja, sehari-hari kecuali hari libur mereka disibukan dengan pekerjaan. Berbeda jika mal didirikan di kota Beijing atau Shanghai yang memiliki masyarakat majemuk dan metropolis.
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon