Tamoranews.com - Di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu, Solok Selatan, terdapat sebuah rumah gadang yang berusia ratusan tahun. Rumah gadang itu diperkirakan sudah ada sejak abad ke-17. Masih kokoh? Tentu!
Lalu apa yang membuat rumah adat Minangkabau itu mampu bertahan dalam waktu yang relatif panjang? Faktanya memang banyak pertanyaan yang muncul ketika berbicara mengenai cara masyarakat Minangkabau 'meramu' bahan pembangunannya, khususnya kayu rumah gadang.
Dalam laporan yang dilakukan Titin Nofita Handa Puteri dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera barat, Yustinus Suranto, ahli kayu yang juga Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada Yogyakarta memberikan serangkaian alasan ilmiah, terkait umur panjang rumah gadang.
Baca Juga :
- Ini 7 Pesona Ranah Minang yang Sudah Mendunia
- Ini 5 Mitos dan Fakta tentang Orang Minang
- Ternyata Tato Tertua di Dunia Berasal Mentawai
1. Kayu yang dipilih tidak boleh ada tanaman merambat yang melilit pohonnya. Menurut kepercayaan, bila kayu yang dilarang itu dijadikan bahan bangunan maka penguhi akan dililit utang.
Alasan ilmiah: tumbuhan merambat diistilahkan dengan liana. Pohon yang dijadikan sebagai tempat merambat liana, akan mengalami kemunduran kualitas kayu. Itu karena liana akan mengambil bahan makanan dari kulit pohon, sehingga nutrisi pohon menjadi tidak penuh.
Tidak hanya mengambil nutrisi makanan, ada juga liana yang dapat membunuh pohon. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kayu berkualitas sebagai bahan bangunan rumah gadang, tidak diambil dari pohon yang dililit oleh tanaman merambat.
2. Pohon yang dipilih tidak boleh dalam keadaan bersemi atau berbunga. Alasan ilmiah: karena pada saat bersemi atau berbunga, kadar pati dalam pohon tinggi sehingga rentan terhadap serangan serangga. Saat bersemi atau berbunga, pohon dalam keadaan muda dengan ketersediaan air yang banyak dan proses fotosintesis sedang berlangsung.
3. Pohon tidak ditebang pada musim penghujan. Alasan ilmiah: pohon yang ditebang pada musim penghujan akan memiliki kandungan air dan pati yang tinggi, sehingga rentan terhadap pelapukan.
4. Sebelum ditebang, pohon tersebut dipukul dengan palu kayu sebanyak tiga kali dan ditunggu beberapa saat. Kalau ada daun muda atau pucuk pohon yang jatuh, maka kayu tersebut tidak baik dijadikan bahan bangunan rumah gadang.
Menurut kepercayaan, penghuninya bisa mati muda. Tapi kalau yang jatuh binatang berbisa seperti ular, kalajengking, lipan, maka penghuni rumah nantinya akan sering sakit-sakitan.
Alasan ilmiah: mengetok-ngetok kayu merupakan sarana untuk mengetahui rongga dalam kayu. Palu kayu digunakan karena memberikan resonansi suara yang berbeda. Lalu daun yang menempel pada ranting memiliki tingkat kelengketan yang berbeda.
Di pucuk, daun kelengketannya akan semakin tinggi dibandingkan pada bagian pangkal. Defisiensi nutrisi dimulai dari menggugurkan daun, sehingga daun muda atau pucuk pohon yang jatuh menunjukkan kemuduran kualitas kayu.
Binatang umumnya hidup di pohon yang berongga. Kalau yang jatuh binatang mengindikasikan kalau terdapat rongga di dalam pohon, sehingga pohon tersebut bukan merupakan pohon berkualitas baik untuk bahan bangunan.
5. Setelah ditebang dan rebah (jatuh), maka pohon ditelusuri sampai ke pucuknya. Apabila pucuknya jatuh menimpa anak sungai atau tempat yang ada air mengalir, pertanda baik bagi pemiliknya, nantinya pemilik juga akan mendapat rezki yang banyak.
Alasan ilmiah: penentuan arah jatuhnya pohon ke arah sungai dianggap sebagai cara penebangan yang lebih efisien. Efisiensi energi yang diperoleh dalam proses penebangan itu sebagai akibat dari penerapan prinsip dasar hukum mekanika gaya dan pemanfaatan tarikan alami, juga efek dari adanya grafitasi bumi.
Setelah tali-tambang diikatkan pada bagian ujung batang dan dibuat takik rebah dan takik balas pada pangkal batang, maka penebang yang satu akan mendorong batang pohon dari sisi yang mengarah pada puncak bukit.
Penebang yang lain akan menarik tali-tambang itu dari sisi yang mengarah pada sungai. Bersamaan dengan daya tarik grafitasi bumi, cara penebangan yang demikian ini akan memerlukan energi yang paling mimimum untuk penebangan pohon.
6. Kayu yang ditebang diolah di hutan sampai menjadi tiang atau tonggak, kemudian ditarik ke lokasi pembangunan rumah dengan bergotong royong. Kemudian kayu akan direndam selama setahun dalam air atau lumpur dengan sebutan marandam. Alasan ilmiah: perendaman dalam kolam maupun dalam lumpur prinsipnya sama.
Selama direndam, kayu atau bambu akan menyerap air dan dimensinya mengembang, serta diikuti dengan proses melarutnya zat ekstraktif dari golongan yang larut air, misalnya gula, glukosida, tanin, beberapa senyawa nitrogen, dan zat pewarna kayu atau bambu.
Sementara itu, pati merupakan zat ekstraktif dari golongan yang tidak larut dalam air, sehingga pati akan tetap berada dalam jaringan kayu atau bambu. Ada proses pengurangan kadar pati yang menghindarkan kayu atau bambu menjadi lebih awet dan bebas dari serangan kumbang bubuk.
7. Setelah setahun, kayu diambil dengan upacara yang disebut tambun yaitu membangkik batang tarandam. Lalu kayu disimpan dibangunan sementara yang disebut talaok sambil diangin-angini dan dijemur (tidak dengan panas matahari langsung).
Alasan ilmiah: pengeringan tanpa terkena sinar matahari langsung, akan mengakibatkan kayu terhindar dari cacat-cacat pengeringan, baik berupa retak permukaan, retak ujung maupun pecah dan terbelah. Kondisi pengeringan kayu dalam posisi miring akan membuat aliran air di dalam kayu berlangsung secara lancar melalui jaringan pembuluh.
8. Leluhur Suku Minangkabau juga memiliki kemampuan menentukan jenis kayu yang baik untuk bangunan rumah gadang. Dari informasi di lapangan, banyak tiang rumah gadang menggunakan 'kayu jua'.
Hal itu dibuktikan dalam pembuktian ilmiah yang dilakukan Yustinus pada tiang bangunan salah satu rumah gadang, Rumah Tuo Kampai Nan Panjang di Kabupaten Tanah Datar. Hasilnya, teridentifikasi kayu johar dengan bahasa latin Cassia siamea yang merupakan kayu berkualitas baik, dengan kelas kuat dan awet.
Dengan adanya teknik dan metode tersebut, bila diterapkan diharapkan mampu mempersiapkan kayu berkualitas baik, dalam pemugaran dan perbaikan bagunan cagar budaya, khususnya bagunan rumah gadang.
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon