-->

Kamis, 20 Juni 2013

Stres Bisa Berdampak pada Pria dalam 7 Hal Ini

author photo
Pria dan wanita tak hanya berbeda karena bentuk fisik. Tapi perbedaan gender itu juga membedakan berbagai hal, mulai dari gejala dan risiko penyakit, efektivitas obat hingga besarnya dampak dari stres yang ditanggung keduanya. Namun pria dapat dikatakan menanggung beban yang lebih berat akibat stres.


Pasalnya, "Ketika 'fight and flight response' ini diaktifkan (pada kedua jenis kelamin), tubuh berada dalam moda gawat darurat dan bergegas mengurus kebutuhan akut dan mendesak yang dibutuhkan oleh tubuh dan hanya terfokus pada pemberian energi ke otot-otot tubuh," kata Christy Matta, MA, penulis buku 'The Stress Response'.

"Sebaliknya kita akan mengabaikan sistem kekebalan atau sistem reproduksi. Jadi saat stres, pelepasan testosteronenya tertahan, begitu pula dengan bagian dari sistem reproduksi lainnya. Apalagi jika stresnya terjadi secara berulang-ulang, kerusakan pada tubuh pun akan semakin menjadi-jadi," tambahnya.

Tak hanya itu, stres juga memberikan dampak lain terhadap kesehatan pria yang tak dapat diabaikan. Berikut paparannya seperti dikutip dari Huffingtonpost, Senin (17/6/2013).

1. Mengurangi daya tarik wajah

Testosterone telah lama dikaitkan dengan sistem kekebalan yang kuat dan daya tarik wajah pada pria. Ketika tim peneliti dari University of Aberdeen, Skotlandia meminta sejumlah wanita menilai tingkat daya tarik 94 pria, ditemukan bahwa pria-pria yang kadar hormon stresnya (kortisol) rendah tapi testosteronenya tinggi dikatakan sebagai pria yang paling atraktif alias menarik.

Sebaliknya, pria yang kadar kortisolnya tinggi tentu saja dinilai kurang menarik. Dari situ studi ini mengatakan bahwa kortisol berperan dalam menghambat pelepasan testosteron yang dapat menjadi daya tarik calon pasangan.

2. Risiko sakit jantung karena stres turunan

Sudah banyak studi yang mengungkapkan bahwa stres adalah faktor risiko penyakit jantung, tapi yang mengejutkan stres turunan pun juga meningkatkan risiko sakit jantung dini (pada keturunannya).

Baru-baru ini sebuah studi dari Henry Ford Hospital, AS pun menemukan bahwa pria dengan riwayat penyakit jantung cenderung didiagnosis sakit jantung rata-rata 12 tahun lebih awal daripada pria yang tak ada riwayat sakit jantung dalam keluarganya.

Para pria yang riskan ini juga cenderung memiliki skor gejala stres yang lebih tinggi (berdasarkan evaluasi terhadap tingkat kekhawatiran, ketidaksabaran, kemarahan dan gejala stres lainnya) dibandingkan pria dengan keluarga yang tidak memiliki riwayat sakit jantung. Hal ini membuat peneliti menduga bahwa kerentanan seseorang terhadap stres itu bersifat menurun.

3. Mengubah DNA sperma dan perkembangan anak

Dari sebuah penelitian pada hewan menunjukkan bahwa stres kronis bisa jadi berasal dari perubahan ekspresi gen pada sperma seorang ayah dan perubahan itu bisa termanifestasi kepada keturunannya, terutama kaitannya dengan reaksi mereka terhadap stres.

"Temuan ini juga menunjukkan bahwa paparan stres pada ayah tampaknya berkaitan dengan penyakit neuropsikiatri tertentu," kata peneliti Tracy L. Bale, Ph.D.

4. Mempercepat perkembangan kanker prostat

Baru-baru ini peneliti menemukan dari pengamatan terhadap sekelompok tikus bahwa stres kronis dapat mempercepat perkembangan kanker prostat.

Untuk itu, studi dari University of California mengatakan bahwa manajemen stres dapat berdampak positif terhadap pria pengidap kanker prostat.

5. Disfungsi ereksi

WebMD mengatakan bahwa 10-20 persen kasus disfungsi ereksi dikaitkan dengan faktor psikologis seperti stres, gelisah dan depresi.

Robert M. Sapolsky, Ph.D., profesor neurologi dari Stanford pun menjelaskan bahwa gairah seksual ditentukan oleh menyala tidaknya sistem saraf parasimpatetik pada seseorang. Dan stres diketahui sebagai salah satu faktor yang dapat mematikan sistem ini.

6. Menurunkan jumlah sperma

Stres dan kecemasan berperan cukup besar dalam kesuburan pria. Salah satu studi dari Italia yang menemukan hal ini mengatakan bahwa pria yang stres melakukan lebih sedikit ejakulasi serta memiliki jumlah dan konsentrasi sperma yang lebih sedikit dibandingkan pria yang tidak stres.

Stres juga dikatakan berkorelasi positif terhadap kecacatan sperma maupun sperma yang malas bergerak.

7. Terkucil dari masyarakat

Dari sebuah studi yang dilakukan tim peneliti University of Southern California pada tahun 2010 ditemukan bahwa pria yang stres cenderung memperlihatkan lebih sedikit aktivitas di bagian otak yang bertugas memahami perasaan orang lain. Respons otak mereka terhadap ekspresi wajah orang lain, terutama yang berhubungan dengan rasa takut atau kemarahan juga lebih rendah. Pada wanita, hal ini berlaku sebaliknya.

"Itulah mengapa saat stres, pria cenderung menarik diri dari orang-orang di sekitarnya, sebaliknya wanita justru mencari dukungan emosional," tandas peneliti Mara Mather, direktur Emotion and Cognition Lab, USC.

This post have 0 komentar


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post