Tamoranews.com - Masuknya modernisasi, sedikit banyak mempengaruhi nilai-nilai tradisi yang pegang masyarakat di Tanah Air. Bahkan di beberapa daerah, kebudayaan tersebut berangsur-angsur menghilang.
Seakan tak ingin melupakan warisan nenek moyang, salah satu suku di Nusa Tenggara Timur ini justru tetap mempertahankan tradisinya yaitu tinggal di rumah adat dan tidak ingin merenovasinya. Adalah suku Matabesi, di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur yang tinggal di atas puncak bukit kota Belu.
Konon suku Matabesi ini adalah suku tertua di Timor, di mana kehidupan warganya masih bergantung pada alam, sama seperti suku Baduy di Banten. Secara garis besar bentuk rumah adat Matabesi berbentuk kerucut, kadang ada yang berbentuk perahu terbalik.
Ditinjau dari sistem struktur dan konstruksinya, rumah adat suku Matabesi memiliki sistem struktur rangka berupa rumah panggung. Bahan penutup atap yang bersifat non struktural menggunakan daun lontar kering. Sebagian besar diambil dari sekitar kampung Matabesi.
Sekilas memang ukurannya tidak terlalu besar, hal itu mencerminkan kesederhanaan suku Matabesi. Selain beratap daun lontar, rumah adat ini juga beralaskan tanah. Lukisan di pintu utama masih dipertahankan.
Dari luar memang tampak sepi, tapi begitu masuk ke dalam suasana hangat langsung memenuhi rumah tersebut. Rumah adat ini sanggup menampung 13 kepala keluarga. Mereka hidup rukun dan damai, tanpa ada persoalan satu sama lain.
"Di sini ada 13 suku atau keluarga. Nama tempat ini Siskoe, tapi suku Matabesi bei luan lao dina rai, lao bada rai, na luan rai na belan rai. Itu begini pak, ini suku nama suku Matabesi, artinya nenek moyang itu jalan dari Bali (perempuan), ada tiga bersaudara. Sampai di sini, satu duduk di sini, satu duduk di rote dan satu duduk di sabu. Ini keasliannya dari dulu begini," ungkap Paulus Asa, penjaga rumah adat Matabesi.
Masyarakat suku Matabesi selalu menolak bantuan pemerintah daerah yang ingin merenovasi rumah mereka. Alasannya mereka, demi menjaga kelestarian dan kearifan lokal.
Pemerintah daerah diharapkan ikut menjaga kelestariannya dengan mempromosikan kearifan lokal ini untuk menarik wisatawan. Sehingga NTT bisa menjadi destinasi baru tujuan wisatawan baik lokal maupun internasional.
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon