Mulai 1 September 2012, lampu pijar atau bohlam tidak boleh dijual di Uni Eropa. Lampu LED dianggap sebagai alternatif pengganti terbaik.
Di negara-negara Uni Eropa, membeli lampu menjadi rumit. Saat ini, pembeli harus memperhatikan berapa Lumen intensitas cahaya, berapa Kelvin suhu warna, daya tahan lampu dan juga karakteristik lingkungan. Selain itu kita juga harus mampu memilih lampu yang cocok untuk pemanfaatan yang tepat. Bisa dikatakan, kini untuk membeli lampu kita memerlukan pengetahuan, yang juga berubah dengan cepat. Bukan saja konsumen yang kesulitan dengan hal ini, namun juga banyak penjual.
Pengganti Terbaik
Di Jerman, mereka yang kesulitan untuk memilih lampu yang tepat setidaknya bisa mencari tahu di majalah Test. Dalam majalah ini, kita bisa mendapatkan hasil pengujian dari berbagai lampu, mulai dari lampu halogen, lampu neon hemat energi dan LED dari berbagai produsen, lengkap dengan penilaiannya.
Dari serangkaian uji coba ketat, sejauh ini lampu LED dinilai sebagai yang terbaik. Lampu ini ramah lingkungan, tahan lama, langsung terang jika dinyalakan dan dibandingkan dengan lampu pijar, LED mampu menghemat energi sampai 90 persen. Walaupun lampu LED saat ini harganya masih mahal, namun daya tahan lampu ini 25 kali lebih lama dari lampu pijar.
Namun bagaimanapun, kepada Deutsche Welle pakar dari Test Michael Koswig mengatakan bahwa orang harus teliti dalam memilih lampu LED. Karena tidak semua LED memenuhi seluruh standar yang ditentukan. Dalam pengujian sebelumnya, beberapa LED masih memiliki banyak kekurangan. Memang di saat membeli, dikatakan Koswig, kita tidak bisa mengenali langsung kualitas sebuah lampu LED. Dan ia menyarankan untuk “tidak ragu mengembalikan lampu, jika daya tahan lampu tersebut misalnya tidak sesuai dengan yang tertulis di kemasan.
Setelah sukses dimanfaatkan pada ponsel, mobil dan televisi, kini LED berusaha mendobrak pasar lampu. Dari hari ke hari, lampu LED semakin efisien dan murah. Setiap tahunnya, harga lampu LED turun sekitar 30 persen. Menurut perkiraan, harga satu LED yang kini 20 Euro atau sekitar Rp. 240.000, pada tahun 2020 harganya bisa di bawah 3 Euro (Rp. 36.000). Berkat penurunan harga, para pakar memprediksi, lampu yang inovatiif ini akan sudah diproduksi secara massal mulai tahun 2013.
Risiko Kesehatan akibat Merkuri
Saat ini sudah banyak dijumpai berbagai macam lampu hemat energi. Lampu jenis ini lebih hemat energi dibandingkan lampu LED. Namun lampu hemat energi tidak langsung mengeluarkan cahaya terang setelah dinyalakan dan kualitas cahaya juga lebih buruk dibandingkan dengan cahaya lampu pijar dan LED. Selain itu, masalah dengan lampu hemat energi adalah merkuri beracun. Jika lampu hemat energi yang ada di satu ruangan pecah, para pakar menyarankan untuk meninggalkan ruangan tersebut dan membuka pintu serta jendela lebar-lebar selama 30 menit. Setelah itu, baru pecahan lampu bisa dikumpulkan dengan kain lembab atau selotip dan dibuang dalam temapt sampah khusus sebagai limbah berbahaya.
Para pakar menuntut produsen untuk memberikan informasi yang lebih luas mengenai penggunaan lampu yang mengandung merkuri. Lampu hemat energi juga mendapat kritik karena memiliki tingkat daur ulang yang rendah. Dan sebagian besar rumah tangga di Eropa membuang lampu hemat energi tidak dengan tepat, tidak membuangnya sebagai limbah berbahaya.
Positif bagi Lingkungan
Sejak tahun 2009, secara bertahap Uni Eropa melarang penjualan lampu bohlam. Pertama lampu bohlam 100 watt menghilang dari rak toko-toko, disusul lampu 60 dan 40 watt, dan kini lampu bohlam 25 watt juga tidak akan ditemukan lagi di toko. Dengan pelarangan lampu bohlam ini, Uni Eropa berharap dapat mengurangi konsumsi energi sebesar satu persen.
Walaupun mendapat banyak kritik dan masih memerlukan perbaikan, menurut organisasi-organisasi lingkungan dan badan perlindungan konsumen bagi lingkungan, peraturan pelarangan lampu pijar dinilai segabai sesuatu yang positif bagi lingkungan dan konsumen. Karena pelarangan lampu pijar bisa mengemat energi. Dan dengan menghemat energi berarti lebih sedikit energi yang dibutuhkan dari pembangkit listrik batu bara. Dalam proses pembakaran, pembangkit listrik batu bara melepaskan merkuri dalam jumlah yang besar, sehingga dinilai sebagai penghasil emisi beracun terbesar di dunia.
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon