-->

Minggu, 29 Januari 2017

Peunayong, Kampung Pecinaan di Tengah Kota Serambi Makkah

author photo

Tamoranews.com - Banda Aceh merupakan salah satu daerah yang memiliki penganut Islam terbanyak di Indonesia. Tapi siapa sangka, daerah yang memiliki julukan 'Serambi Makkah' ini juga memiliki wilayah pecinaan yang dihuni oleh masyarakat Tionghoa.

Adalah Peunayong, sebuah gampong atau desa yang terletak persis di tengah kota ini dikenal sebagai Chinatown-nya Banda Aceh. Di sini lebih dari 2.000 jiwa masyarakat keturunan Tionghoa bermukim. Mereka adalah warga Tiongkok generasi ke-4 atau ke-5 dari buyut yang datang pada abad ke-19.

Dalam buku yang berjudul Etnis China Perantauan di Aceh karya A. Rani Usman mengatakan mereka berasal dari suku Khek, Provinsi Kwantung, Tiongkok. Di Peunayong, para etnis Tionghoa mencari nafkah dan berbaur dengan masyarakat pribumi lainnya sebagai pedagang.

Dilansir dari Bandaacehtourism, Jumat 27 Januari 2017, sejak dulu daerah ini sudah dikenal sampai ke mancanegara. Pada zaman kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Peunayong dijadikan sebagai kota yang 'spesial'. Sebab Sultan memberi rasa aman kepada para tamu yang datang ke daerah ini. Bahkan tidak jarang Sultan secara pribadi menjamu tamu kerajaan yang datang dari Eropa maupun Tiongkok.

Keterikatan Aceh dan Tiongkok semakin kuat saat Laksamana Cheng Ho melakukan kunjungan ke Kerajaan Samudera Pasai di Utara Aceh pada tahun 1415. Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam disambut baik seperti keluarga. Kedekatannya terbukti lewat sebuah lonceng yang berada di Komplek Museum Aceh, yakni Lonceng Cakradonya.

Tidak pada zaman kesultanan saja, keberadaan Peunayong tetap dipertahankan saat zaman penjajahan Belanda. Daerah ini sengaja didesain dan dibangun dengan konsep kampung pecinaan. Sampai saat ini, masih banyak gedung peninggalan tempo dulu, namun sayangnya sudah rapuh termakan zaman.

Sentra Bisnis

Usai gempa dan tsunami Aceh yang melanda pada 2004 silam, Peunayong mulai bangkit lagi bahkan kehidupan bisnisnya semakin menggeliat yang terlihat dari ramainya ruko-ruko milik etnis Tionghoa. Mulai dari toko elektronik, handphone, pakaian, sampai restoran.

Sejak pemerintah kota Banda Aceh mendeklarasikan tahun kunjungan wisata, sejumlah objek telah mendapat perbaikan. Fasilitas bagi wisatawan pun disempurnakan, seperti hotel toko souvenir, restoran, warung kopi, atau kefe yang semakin banyak.

Pemerintah sadar bahwa wisatawan merupakan raja yang kebutuhannya harus terpenuhi. Apalagi wisata merupakan sumber pendapatan bagi daerah yang dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

Wisatawan bisa berbelanja, menginap dan menikmati kuliner yang ada. Transaksi itu dilakukan langsung oleh para wisatawan kepada penduduk lokal.

This post have 0 komentar


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post