Tamoranews.com - Pernah melihat rumah panggung? Ya, rumah yang bentuknya memanjang ke belakang dan memiliki atap prisma ini adalah rumah adat berbagai suku di Indonesia.
Misalnya saja, rumah Aceh, rumah gadang Minangkabau, rumah Joglo, rumah Lamin, rumah Tongkonan, rumah Baileo, dan termasuk rumah panggung suku Bugis.
Menurut orang Bugis, rumah lebih dari tempat tinggal maupun tempat berteduh dengan semua keindahannya tetapi juga menjadi barang sakral. Rumah adalah ruang sakral di mana penghuninya mengalami lahir, menikah, mati, serta kegiatan peribadatan dan sosial lainnya.
Orang Bugis juga percaya bahwa alam raya terbagi menjadi tiga bagian yaitu alam atas (botting langi), alam tengah (alang tenga), dan alam bawah (peretiwi). Dari kepercayaan ini yang akhirnya direfleksikan ke dalam struktur rumah panggung khas Bugis.
Struktur rumah panggung Bugis terdiri dari bagian atas (rakkeang) yang biasanya digunakan untuk menyimpan padi baru dipanen, bagian tengah (ale bola) menjadi tempat tinggal, dan bagian bawah atau kolong (awa bola) berfungsi untuk menghindari serangan binatang buas untuk naik ke atas, atau pada zaman sekarang digunakan untuk menempatkan kendaraan pribadi.
Uniknya, bangunan ini dibuat secara lepas-pasang. Sehingga dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Dan inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat daerah lain.
Dikutip dari Goodnewsfromindonesia/Candriko Pratisto, dalam tradisi suku Bugis, tradisi memindahkan rumah disebut sebagai Mappalette Bola. Ada dua cara dalam memindahkan rumah.
Pertama adalah dengan cara di dorong. Cara ini dilakukan ketika posisi rumah yang baru, berdekatan dengan posisi rumah yang lama. Sedangkan yang ke dua, dengan cara diangkat. Cara ini digunakan, jika jarak posisi rumah yang baru cukup jauh dari posisi rumah yang lama.
Sebelum dilakukan, ada persiapan yang dilakukan oleh pemilik rumah, mulai dari mengadakan ritual selamatan, menurunkan perabotan rumah tangga yang mudah cepat, mudah bergerak, atau memengaruhi berat rumah pada saat pemindahan berlangsung, sampai memasang bambu pada kaki rumah.
Sebelum rumah dipindah, warga yang akan membantu biasanya dijamu oleh si pemilik rumah. Makanan rungan khas suku Bugis seperti kue bandang, baronggo, suwela, serta secangkir teh hangat dan kopi tersaji untuk kaum adam.
Makanan ke dua disajikan setelah kegiatan pindah rumah ini selesai. Hal ini sebagai timbal balik atas bantuan mereka dalam memindahkan rumah dan sebagai obat lelah setelah bekerja keras.
Makanan khas yang menjadi suguhan ini adalah sup saudara dan ikan bandeng dengan bumbu saus kacang. Orang Bugis menganggap, setelah proses ini adalah sebuah perayaan atau pesta besar.
Pemilik rumah biasanya melakukan tradisi ini karena tanah yang dipakai untuk mendirikan rumah panggung sudah terjual, sehingga mereka memindahkan rumahnya ke tanah (tempat) yang baru.
Setelah rumah dipindahkan ke lokasi yang baru dan telah berumur satu tahun, kemudian diadakan sebuah upacara yang disebut Maccera Bola. Upacara ini bertujuan untuk menolak bala atau nasib sial pada tempat yang baru dengan cara menyapukan darah ayam pada tiang-tiang rumah.
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon